Header Ads

OPINI: Berjuang Topang Kemajuan Generasi, Guru Juga Berhak Sejahtera

Hari Guru Nasional (HGN) 2025 kembali menjadi momentum penting untuk merefleksikan peran strategis guru dalam perjalanan bangsa. Guru adalah sosok yang setiap hari berdiri di garda terdepan membentuk peradaban, mencetak generasi berkarakter, dan menjaga masa depan Indonesia melalui pendidikan yang bermartabat. Namun di balik dedikasi dan pengorbanan itu, masih tersimpan kegelisahan yang belum terjawab: kesejahteraan guru masih jauh dari harapan yang layak.

Oleh: DR Muhamad Pazri, SH MH
Ketua Yayasan Edukasi Hukum Indonesia (YEHI)

Di berbagai daerah, ratusan ribu guru, terutama guru honorer dan non-ASN, masih berjuang dengan pendapatan yang tidak sebanding dengan beban profesi dan tanggung jawab moral mereka. Ada yang menerima honor hanya Rp300.000 per bulan, ada yang harus bekerja sampingan untuk bertahan hidup, dan banyak yang terus mengabdi dalam profesi mulia ini dengan penuh kesabaran di tengah ketidakpastian status dan masa depan. Guru mengajar dengan cinta, tetapi banyak yang hidup dengan kesabaran panjang untuk menunggu keadilan yang belum datang.

Guru adalah pilar utama pembangunan bangsa. Mereka mengajarkan kejujuran, disiplin, moralitas, integritas, dan membentuk karakter generasi penerus. Namun realitas pahit yang harus kita akui adalah profesi guru masih belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan dan perlindungan yang utuh dari negara. Padahal tidak ada negara maju yang tidak memuliakan guru. Finlandia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura adalah contoh keberhasilan sistem pendidikan yang dimulai dari penghormatan dan peningkatan kesejahteraan guru sebelum berbicara tentang kualitas pendidikan.

Hari Guru Nasional tidak boleh berhenti pada seremoni, pidato, dan rangkaian upacara. Ini adalah momentum untuk menyuarakan keadilan substantif bagi guru, sebagai bagian dari perjuangan menegakkan amanat konstitusi. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat secara tegas memandatkan bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa—tujuan yang mustahil tercapai tanpa peran utama guru yang dihormati dan dimuliakan secara layak. Lebih lanjut, Pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, dan pemerintah wajib menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Ini menjadi dasar filosofi bahwa kesejahteraan guru merupakan bagian dari pemenuhan hak pendidikan nasional yang wajib dipenuhi negara.

Amanat ini dipertegas melalui UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 40 ayat (1) huruf c secara jelas menyebutkan bahwa pendidik berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai. Artinya, meningkatkan kesejahteraan guru bukan sekadar penghormatan moral, tetapi kewajiban hukum dan konstitusional yang tidak bisa ditunda lagi.

Namun kenyataannya, banyak guru masih hidup dalam tekanan ekonomi dan ketidakpastian nasib yang dibungkam oleh keterbatasan. Banyak di antara mereka harus menunda impian pribadi demi masa depan murid-muridnya. Di balik keberhasilan seorang anak bangsa, sering kali berdiri seorang guru yang mengorbankan hidupnya dalam sunyi.

Sebagaimana pesan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional: “Guru adalah seorang yang digugu dan ditiru. Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Guru adalah teladan, pembimbing, dan pendorong semangat. Bagaimana guru dapat menjalankan tugasnya sebagai teladan terbaik apabila hak dasarnya belum terpenuhi? Tokoh pendidikan dunia, John Dewey, dengan tepat menyatakan: “Education is not preparation for life; education is life itself.” Jika pendidikan adalah kehidupan itu sendiri, maka guru adalah nyawa yang menghidupkannya.

Karena itu, Hari Guru Nasional 2025 harus menjadi titik balik untuk menghadirkan kebijakan yang lebih berkeadilan dan berpihak pada kesejahteraan profesi guru. Pemerintah harus memastikan bahwa guru tidak lagi dibiarkan berjuang sendiri. Negara harus hadir bukan hanya dengan ucapan terima kasih dan penghormatan simbolis, tetapi melalui tindakan nyata dan kebijakan strategis yang menjamin keberlanjutan profesi guru secara bermartabat.

Di balik senyum guru, sering kali tersimpan luka yang tersembunyi. Di balik suara lantang di ruang kelas, tersimpan doa yang dipanjatkan untuk masa depan anak-anak bangsa. Dan di balik keberhasilan generasi negeri ini, berdiri sosok guru yang tidak pernah berhenti percaya bahwa pendidikan adalah jalan pengabdian tertinggi.

Karena itu izinkan saya menutup dengan suara moral: Kami mengajar masa depan bangsa. Kami juga berhak sejahtera. Memuliakan guru bukan pilihan, tetapi kewajiban konstitusi dan suara nurani peradaban.

Selamat Hari Guru Nasional 2025.
Bergerak bersama memuliakan guru, membangun masa depan Indonesia.
close
pop up banner