Kekerasan terhadap Perempuan Masih Tinggi di Tengah Peringatan Hari Ibu 2025
MEDIANUSANOW - Indonesia memperingati Hari Ibu setiap 22 Desember sebagai momentum sejarah perjuangan perempuan sejak Kongres Perempuan Indonesia 1928. Berbeda dengan Mother’s Day di sejumlah negara, Hari Ibu di Indonesia dimaknai sebagai tonggak kebangkitan kesadaran perempuan sebagai subjek pembangunan yang setara dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi.
Pada 2025, peringatan Hari Ibu memasuki usia ke-97 dengan tema “Perempuan Berdaya dan Berkarya, Menuju Indonesia Emas 2045” yang ditetapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Tema tersebut menegaskan peran strategis perempuan dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Namun, berbagai data menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi ancaman serius berupa kekerasan berbasis gender. Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) 2025 mencatat sebanyak 330.097 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2024. Angka ini meningkat lebih dari 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Mayoritas korban berada pada rentang usia produktif 18–24 tahun. Kekerasan pada kelompok usia ini dinilai berdampak panjang, tidak hanya pada kesehatan fisik dan mental, tetapi juga pada kesempatan pendidikan, karier, dan partisipasi sosial.
Persoalan kekerasan juga berkaitan erat dengan kesehatan perempuan. Data menunjukkan Angka Kematian Ibu masih mencapai 4.150 kasus. Selain itu, Badan Pusat Statistik mencatat tingginya keluhan kesehatan pada perempuan, disertai persoalan kehamilan tidak diinginkan serta keterbatasan akses layanan kesehatan bagi korban kekerasan seksual.
Di tingkat daerah, situasi serupa juga terjadi. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kalimantan Selatan periode Januari–September 2025 mencatat 515 kasus kekerasan dengan 544 korban, mayoritas perempuan dan anak. Sejumlah kasus bahkan terjadi di lingkungan sekolah.
Secara nasional, SIMFONI PPA KemenPPPA mencatat 25.180 kasus kekerasan sepanjang Januari–Oktober 2025. Sekitar 59 persen di antaranya terjadi di lingkungan rumah tangga. Kekerasan seksual, fisik, dan psikis mendominasi, dengan pelaku yang sebagian besar merupakan orang terdekat korban, seperti pasangan atau anggota keluarga.
Selain kekerasan langsung, tren kekerasan berbasis gender online juga menunjukkan peningkatan. Perempuan, termasuk ibu rumah tangga, menjadi kelompok rentan terhadap pelecehan digital, ancaman, dan kekerasan seksual daring. Faktor rendahnya literasi digital, ketergantungan ekonomi, budaya patriarki, serta lemahnya penegakan hukum dinilai memperparah kondisi tersebut.
Ketua Yayasan Edukasi Hukum Indonesia (YEHI), DR Muhamad Pazri SH MH, menilai peringatan Hari Ibu seharusnya menjadi momentum evaluasi nyata. “Hari Ibu tidak boleh berhenti sebagai seremoni simbolik, tetapi harus menjadi alarm moral dan hukum bagi negara dan masyarakat,” ujar Pazri.
Menurut Pazri, keberadaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan kemajuan penting. Namun, tantangan terbesar terletak pada implementasi, konsistensi penegakan hukum, dan keberpihakan kepada korban
.
“Ketika korban masih takut melapor atau tidak memperoleh pemulihan yang layak, keadilan substantif belum tercapai,” kata dia.
Pazri menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan tidak dapat dipisahkan dari penghapusan kekerasan. Perempuan yang aman secara fisik dan mental dinilai lebih mampu berperan dalam keluarga, pendidikan anak, ekonomi, dan ruang publik.
Empat subtema Hari Ibu 2025—peran perempuan dalam ekonomi, kepedulian sosial, pendidikan dan kesehatan anak, serta penghapusan kekerasan—dinilai saling berkaitan. Tanpa lingkungan yang aman, kontribusi perempuan dalam pembangunan dinilai tidak akan optimal.
Kondisi perempuan saat ini disebut akan menentukan kualitas generasi mendatang dan arah Indonesia Emas 2045. Karena itu, peringatan Hari Ibu dinilai perlu diikuti dengan kebijakan, penganggaran, serta langkah nyata dan berkelanjutan untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan. (esw)

Post a Comment