Rakernas Ikadin 2025, DR Pazri Sebut Advokat Harus Jadi Garda Etika dan Keadilan di Era KUHP Baru
MEDIANUSANOW, JAKARTA - Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional, ratusan advokat dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul di The Sultan Hotel and Residence Jakarta untuk menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) 2025.
Salah satu peserta yang mencuri perhatian dalam forum nasional ini adalah DR Muhamad Pazri, Direktur Borneo Law Firm sekaligus Pendiri LBH Borneo Nusantara.
Sosok advokat asal Kalimantan Selatan ini dikenal aktif mendorong penguatan kapasitas hukum daerah dan transformasi profesi advokat di era digital. Dalam kegiatan tersebut, ia hadir bersama rekannya, Kharis Maulana Riatno, yang turut mendampingi dalam rangka memperluas jejaring dan sinergi antar advokat lintas wilayah.
DR Pazri menegaskan bahwa Rakernas Ikadin 2025 merupakan wadah strategis untuk membahas tantangan baru profesi advokat, termasuk penyesuaian terhadap paradigma hukum pidana modern. KUHP baru ini bukan sekadar perubahan pasal, tapi perubahan budaya hukum. Advokat harus siap menjadi garda etika dan keadilan. "Bukan sekadar pembela klien. Kita harus memperkuat integritas profesi di atas kepentingan pribadi,” ujarnya tegas.
Lebih lanjut, DR Pazri menekankan pentingnya sinergi antara organisasi advokat, lembaga penegak hukum, dan dunia pendidikan hukum. Menurutnya, peningkatan kualitas sumber daya manusia advokat menjadi kunci agar profesi ini mampu menjawab tantangan global sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Sementara itu, Kharis Maulana Riatno, menilai kegiatan Rakernas ini membuka ruang dialog dan kolaborasi yang lebih luas antarwilayah. “Pertemuan seperti ini memperkuat jejaring advokat dari berbagai provinsi, terutama dalam membangun kesadaran hukum dan solidaritas profesi,” tuturnya.
Dalam sesi seminar nasional, Prof Edward Omar Sharif Hiariej menyoroti pentingnya memahami Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum sebelum mendalami pasal-pasal pidana lainnya.
Menurutnya, lebih dari 90 persen ketentuan dalam KUHP baru masih sejalan dengan KUHP lama, namun telah mengalami penambahan unsur dan penguatan bentuk-bentuk pemidanaan. KUHP yang baru ini mengadopsi paradigma hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan korektif dan restoratif.
Prof Eddy menjelaskan bahwa jenis sanksi pidana kini terbagi atas dua, yaitu tindakan dan/atau pidana, dengan penekanan pada keadilan restoratif yang menempatkan kepentingan korban sebagai pusat perhatian.
Pelaku tindak pidana diupayakan agar tidak langsung dijatuhi pidana penjara, sesuai prinsip pencegahan penggunaan pidana penjara jangka pendek. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tengah mendorong percepatan pengesahan KUHAP baru agar implementasi KUHP dapat berjalan efektif. Pada periode November hingga Desember mendatang, dua regulasi penting akan ditetapkan, yakni UU tentang Ketentuan Pidana dan UU Penyesuaian Pidana yang memuat tiga bab.
UU Penyesuaian Pidana tersebut akan menghapus ketentuan minimum khusus, kecuali untuk tindak pidana narkotika, korupsi, dan pelanggaran HAM berat. Selain itu, pidana kurungan tunggal dalam sejumlah perda akan disesuaikan menjadi pidana maksimum kategori I. Peraturan ini juga membawa sejumlah perbaikan terhadap KUHAP, termasuk penegasan bahwa tokoh adat tidak lagi berperan sebagai hakim, melainkan sebagai ahli di pengadilan untuk menjaga asas legalitas.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, DR Habiburokhman, menyampaikan bahwa revisi KUHAP diarahkan untuk memperkuat posisi masyarakat dalam mencari keadilan dengan didampingi advokat.
Menurutnya, hal ini secara otomatis akan memperkuat profesi advokat dan memperkecil potensi kriminalisasi terhadap advokat dalam menjalankan tugasnya. DPR menargetkan KUHAP dapat disahkan pada akhir tahun 2025. Proses pembahasan sudah memasuki tahap ketiga dan substansi utama tengah difinalisasi.
Dalam konteks tindak pidana narkotika, pendekatan yang dikedepankan adalah rehabilitasi, bukan pemidanaan. Habiburokhman juga menegaskan bahwa rancangan KUHAP diharapkan mampu memperkuat peran advokat sekaligus memberikan perlindungan hukum yang lebih jelas bagi profesi ini.
Menambah bobot forum nasional tersebut, Prof Otto Hasibuan, Ketua Dewan Penasehat DPP Ikadi sekaligus Ketua Umum Peradi serta juga sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan turut hadir memberikan pandangan.
“Ikadin dalah pilar tegaknya Peradi. Jika Ikadi kuat, maka Peradi juga akan kuat. Ikadin punya tanggung jawab moral untuk menegakkan hukum yang adil dan menjadi organisasi militan yang memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum,” ujarnya.
Acara besar ini dirangkai dengan perayaan HUT ke-40 Ikadin ke-40 dan menjadi momentum penting dalam memperkuat peran advokat sebagai pilar utama penegakan hukum di tengah dinamika perubahan regulasi nasional.
Mengusung tema besar “Melalui Rakernas 2025 Kita Tingkatkan Kualitas Advokat dalam Rangka Menyongsong Berlakunya KUHP Nasional.”
Tema tersebut mencerminkan tekad Ikadin untuk menyiapkan para advokat agar semakin adaptif dan profesional dalam menghadapi implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru. (esw)

Post a Comment