Marak Kejahatan Digital, LBH Borneo Nusantara dan YEHI Ingatkan Masyarakat
MNN, BANJARMASIN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Borneo Nusantara mencatat lonjakan kasus konsultasi hukum dan permintaan pendampingan masyarakat di 2024 hingga 2025. Terutama kejahatan digital dan penipuan online.
| Ilustrasi penipuan secara daring |
Direktur LBH Borneo Nusantara, Matrasul, menyampaikan dua tahun terakhir lembaganya menerima ratusan konsultasi terkait penipuan digital, penipuan segitiga, VCS (Video Call Sex), hingga investasi bodong dan lowongan kerja palsu. Kasus-kasus tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga tekanan psikologis berat pada korban.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Borneo Nusantara bersama Yayasan Edukasi Hukum Indonesia (YEHI) menyerukan peringatan keras kepada masyarakat. "Jangan mudah percaya pada interaksi digital tanpa verifikasi yang jelas," tegas Matrasul, Rabu (5/11/2025).
Hasil pemantauan LBH Borneo Nusantara menunjukkan kejahatan digital kini semakin terorganisir dan memanfaatkan kelengahan serta ketidaktahuan pengguna internet. Beberapa modus yang paling sering ditemukan antara lain phishing, yaitu penggunaan tautan palsu menyerupai situs resmi untuk mencuri data pribadi, PIN, atau kode OTP.
Lalu ada social engineering, yaitu manipulasi psikologis agar korban mau membocorkan data rahasia dengan alasan tertentu, misalnya petugas bank atau HRD. Kemudian penipuan jual beli online. Barang yang dipesan tidak dikirim, kualitas tidak sesuai, atau pelaku menghilang setelah menerima uang.
Ada pula investasi bodong dengan janji keuntungan besar tanpa risiko, menggunakan skema ponzi atau trading ilegal. Lebih parah lagi ada, VCS (Video Call Sex), berupa pemerasan bermotif seksual, di mana korban dijebak melalui panggilan video lalu direkam tanpa izin untuk disebarkan.
"Penipuan lowongan kerja juga ada. Pelaku mengaku sebagai HRD perusahaan besar dan meminta biaya administrasi sebelum proses rekrutmen," urainya.
Penipuan Segitiga juga patut diwaspadai. Pelaku berpura-pura sebagai perantara antara dua pihak untuk menipu keduanya dalam satu waktu.
Semua modus tersebut memiliki pola serupa: membangun kepercayaan, menguasai emosi korban, dan memanfaatkan kerentanan psikologis untuk mendapatkan uang atau data pribadi.
Matrasul menegaskan fenomena ini harus menjadi perhatian serius karena banyak korban yang tidak melapor akibat rasa malu atau takut.
Kejahatan digital adalah bentuk penipuan modern yang menyasar kepercayaan korban. "Mereka tidak hanya mencuri uang, tetapi juga merusak mental dan rasa aman. Banyak korban takut melapor, dan justru hal itu dimanfaatkan pelaku untuk terus beraksi,” ujarnya.
Ia mendesak aparat penegak hukum dan penyedia platform digital meningkatkan pengawasan serta perlindungan bagi pengguna. LBH Borneo Nusantara pun siap memberikan pendampingan hukum bagi korban kejahatan digital agar tidak lagi merasa sendirian menghadapi ancaman dunia maya.
Ketua Yayasan Edukasi Hukum Indonesia (YEHI), DR Muhamad Pazri, menilai maraknya kejahatan digital merupakan cerminan dari rendahnya literasi hukum dan digital di masyarakat. Kejahatan digital tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga memperlihatkan lemahnya kesadaran hukum masyarakat. Dunia maya adalah ruang publik baru yang penuh jebakan, dan masyarakat harus dibekali pemahaman agar tidak mudah terperangkap.
Masyarakat dinilainya harus membangun budaya digital literacy dan legal awareness. "Jangan mudah klik, jangan mudah percaya, dan jangan cepat tergoda janji palsu," tegas praktisi hukum dan pendiri LBH Borneo Nusantara ini.
Pihaknya di YEHI berkomitmen melaksanakan edukasi hukum digital melalui seminar, konten edukatif, dan pelatihan agar masyarakat lebih siap menghadapi tantangan dunia maya. LBH Borneo Nusantara dan YEHI mendorong masyarakat untuk aktif melapor jika menjadi korban kejahatan digital. Bukti digital seperti tangkapan layar, bukti transfer, atau rekaman percakapan dapat digunakan untuk pelaporan ke Polri melalui situs patroli-siber.id, serta konsultasi hukum dengan lembaga bantuan hukum terdekat.
Keduanya juga akan meluncurkan program “Edukasi Hukum Siber untuk Rakyat”, sebuah inisiatif edukatif yang bertujuan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap kejahatan berbasis teknologi. (esw)

Post a Comment