Memaknai Hari Pahlawan di Masa Kini, Saatnya Indonesia "Kuasai" SDA Sendiri
MEDIANUSANOW - Hari Pahlawan 10 November 2025 menjadi momen reflektif bagi bangsa Indonesia untuk menatap ke depan. Di tengah gegap gempita era digital dan kecerdasan buatan, perjuangan baru bangsa ini bukan lagi di medan perang bersenjata, melainkan di medan ekonomi dan kedaulatan sumber daya alam (SDA).
Tujuh puluh delapan tahun setelah kemerdekaan, cita-cita yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 masih menjadi kompas perjuangan nasional: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Realitas hari ini menunjukkan betapa panjang perjuangan itu masih harus ditempuh. Banyak sektor strategis masih dikuasai oleh modal asing, sementara bangsa sendiri sering menjadi penonton atas kekayaan alamnya. Dari tambang emas hingga nikel, dari batu bara hingga energi hijau semua menjadi arena pertarungan kepentingan global yang tak kalah sengit dari perang fisik masa lalu.
Kini, perjuangan pahlawan bangsa bergeser dari mempertahankan kemerdekaan menuju mempertahankan kedaulatan ekonomi dan sumber daya nasional.
“Kemandirian bangsa tidak bisa dibangun di atas ketergantungan. Indonesia harus mampu mengelola sumber daya alam dengan kecerdasan dan keberanian moral, bukan sekadar menjadi pemasok bahan mentah bagi industri asing,” ujar DR Muhamad Pazri, Direktur Utama Borneo Law Firm dan pendiri LBH Borneo Nusantara, dalam refleksinya untuk Medianusanow, Senin (10/11/2025).
Menurutnya, perjuangan Pasal 33 bukan sekadar teks konstitusi, tetapi semangat kemerdekaan ekonomi yang seharusnya menjiwai setiap kebijakan pembangunan. Jika dulu pahlawan mengusir penjajah bersenjata, maka sekarang berbeda. "Pahlawan hari ini harus berani mengusir penjajahan ekonomi yang membuat bangsa ini tergantung pada modal dan teknologi asing,” tegasnya.
Tantangan menuju 2026 dirasanya semakin berat. Di satu sisi, era digital membuka peluang besar untuk inovasi dan efisiensi pengelolaan SDA. Namun di sisi lain, globalisasi ekonomi sering kali menjerat negara berkembang dalam perangkap ketergantungan baru mulai dari investasi yang timpang hingga eksploitasi sumber daya tanpa keberlanjutan.
Karenanya, semangat Hari Pahlawan harus diterjemahkan ke dalam gerakan nasional kemandirian SDA. Indonesia perlu membangun kapasitas riset, memperkuat industri hilir, dan menegakkan regulasi yang berpihak pada rakyat bukan pada kepentingan korporasi asing.
Generasi muda digital, ujarnya, harus sadar bahwa perjuangan masa kini tidak hanya di ruang maya, tapi juga di sektor nyata: teknologi energi, pangan, mineral, dan lingkungan hidup. Pahlawan baru adalah mereka yang berani membangun, meneliti, dan mengelola sumber daya bangsa untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan luar negeri.
Kita tak boleh lagi sekadar bangga disebut kaya sumber daya alam, tapi miskin kedaulatan. Kekayaan sejati bukan di perut bumi, tapi di kecerdasan bangsa mengelolanya,” urai dia.
Tahun 2026 harus menjadi babak baru bagi bangsa ini dari era ketergantungan menuju era kemandirian. Semangat pahlawan harus hidup dalam bentuk baru: inovasi, nasionalisme ekonomi, dan keberanian politik untuk menegakkan Pasal 33 UUD 1945 secara nyata. (esw)

Post a Comment